USO: Definisi dan Sejarahnya
Istilah Universal Service tercatat pertama kalinya dalam kosakata sektor telekomunikasi pada tahun 1907. Saat itu Presiden perusahaan telekomunikasi terkemuka AT&T, Theodore Vail, mempopulerkan slogan “One System, One Policy, Universal Service” dalam laporan tahunan perusahaan tersebut berturut-turut hingga tahun 1914. Para ahli sejarah dan pengambil kebijakan berpendapat bahwa konsep yang disampaikan oleh Vail tersebut mengacu kepada kebijakan untuk mempromosikan affordability jasa telepon melalui subsidi silang (Mueller Jr., 1997). Sesuai perjalanan waktu, konsep Universal Service kemudian diartikan bahwa setiap rumah tangga dalam suatu negara memiliki sambungan telepon, biasanya telepon tetap. Namun mengingat definisi di atas hanya layak untuk negara maju, maka kemudian muncul pula istilah Universal Access yang bisa dijangkau dan lebih sesuai dengan praktek-praktek di negara berkembang. Universal Access diartikan bahwa setiap orang dalam suatu kelompok masyarakat haruslah dapat melakukan akses terhadap telepon publik yang tidak harus tersedia dirumah mereka masing-masing. Universal Access ini biasanya dapat diperoleh melalui telepon umum, warung telekomunikasi atau kios sejenis, multipurpose community center, dan berbagai bentuk fasilitas sejenis (ITU, 2003). Dalam banyak literatur, kedua istilah Universal Service dan Universal Access ini kemudian sering dipakai pada saat bersamaan dan sering pula dipertukartempatkan tanpa mengubah arti masing-masing.
Sebenarnya tujuan konsep Universal Service dan Universal Access tidaklah semata-mata untuk menyediakan fasilitas telekomunikasi kepada seseorang atau kelompok masyarakat saja, tetapi adalah untuk:
a. Meningkatkan produktifitas dan pertumbuhan ekonomi
b. Mempromosikan proses kohesi sosial dan politik melalui pembauran komunitas yang terisolir dengan komunitas umum/maju
c. Meningkatkan cara dan mutu penyampaian jasa-jasa publik pemerintah
d. Memacu keseimbangan distribusi populasi
e. Menghilangkan kesenjangan sosial dan ekonomi antara information rich dan information poor.
Program USO Ditjen Postel
Menteri Perhubungan pada saat itu yaitu Bapak Agum Gumelar telah meresmikan penggunaan infrastruktur telekomunikasi yang dibangun melalui program USO dengan melakukan percakapan telepon ke berbagai lokasi seperti ke kecamatan Sumur, Pandeglang, provinsi Banten dan ke kecamatan Amarasi di Nusa Tenggara Timur (Kompas/19/1/2003). Ditjen Postel merencanakan untuk menyelesaikan pembangunan USO hingga tahun 2005, yang berarti akan dapat memenuhi target sesuai deklarasi International Telecommunication Union (ITU).
Adapun rincian target pembangunan USO telekomunikasi Ditjen Postel adalah: (a) Tahun 2003 pembangungan di 3.010 desa; (b) Tahun 2004 pembangunan di 17.000 desa; dan (c) Tahun 2005 pembangunan di 22.990 desa. Pembangunan pada tahun 2003 menggunakan teknologi Very Small Aperture Terminal (VSAT) dan Poertable Fixed Satellite (PFS). Untuk tahun-tahun berikutnya teknologi yang digunakan bisa bervariasi sesuai dengan keperluan yang diusahakan netral. Dalam salah satu kesempatan diskusi tentang infrastruktur pada awal Maret 2004 ini, saya pernah menanyakan perihal pendanaan USO tahun 2003 dan dijawab oleh Kadit Bina Telekomunikasi dan Informatika Ditjen Postel bahwa dana pembangunan berasal dari APBN 2003. Namun beliau tidak merinci lebih jauh apakah semua dari dana pembangunan atau diambilkan dari dana rutin yang sebenarnya sebahagian juga berasal dari Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang dihasilkan oleh sektor telekomunikasi sendiri.
Perkembangan USO di Indonesia
Sebagaimana diketahui masyarakat luas bahwa Direktorat Jenderal Pos dan Telekomunikasi telah menetapkan program “Desa Berdering” dan “Desa Pinter” sebagai bagian dari program Universal Service Obligation (USO). Program “Desa Berdering” ini berupa layanan voice dan data ready yang meliputi 38.471 desa di seluruh Indonesia, yang diharapkan sudah dapat terwujud di seluruh Indonesia pada tahun 2009 ini. Program “Desa Berdering” ini merupakan bagian dari program kerja Ditjen Pos dan Telekomunikasi pada tahun 2007-2011 dengan harapan bahwa terlaksananya program tersebut dapat mendorong pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan kesejahteraan serta pemerataan pembangunan.
Gambar 1. Program “Desa Berdering”
Pemerintah juga berharap dapat terciptanya suatu iklim kompetisi yang sehat di bidang layanan telekomunikasi sehingga berdampak terhadap meningkatnya pelayanan dan mendorong turunnya tarif telekomunikasi serta mendorong tingkat kandungan lokal dalam negeri dalam rangka penyelenggaraan telekomunikasi. Langkah efisiensi ini diharapkan dapat mendukung percepatan pembangunan masyarakat informasi di daerah perdesaan, utamanya pada daerah terpencil dan terisolasi. Selain program Desa Berdering tersebut, terdapat pula program Desa Punya Internet (Desa Pinter). Melalui Desa Pinter yang diharapkan terwujud sebelum tahun 2015 yang dilakukan dengan cara mengimplementasikan pelayanan akses informasi di seluruh kecamatan. Melalui program tersebut, pemerintah berharap bahwa pada tahun 2025 dapat terwujud masyarakat informasi melalui penyelenggaraan pemusatan pelatihan, pemanfaatan akses informasi, dan penyelenggaraan TV broadcast yang berbasis pada kebutuhan masyarakat dan pelayanan informasi lainnya.
Program yang lebih dikenal dengan desa pinter ini merupakan proyek pengadaan layanan internet di 5.748 Kecamatan yang sudah ditentukan sebelumnya. Sentra-sentra internet desa yang akan dibangun, ditempatkan di lokasi yang strategis di setiap kecamatan, sehingga mudah diakses dan berada dekat dengan lembaga pemerintahan, pendidikan, dan lembaga lain.
Layanan akses internet USO ini nantinya akan dimanfaatkan sebagai tempat pengenalan internet dan komputer, untuk meningkat produktivitas dan peningkatan ekonomi daerah, semisal kursus, pelatihan, tempat praktek bagi murid-murid yang sekolahnya belum memiliki lab komputer, dan lain-lain.
Gambar 2. Program “Desa Pinter”
Terkait dengan era informasi, maka upaya Pemerintah untuk memberi layanan di bidang telekomunikasi bagi masyarakat adalah bahwa sampai tahun 2015 diharapkan seluruh desa di Indonesia akan mendapat layanan internet. Untuk itu diperlukan publik edukasi untuk menggunakan internet secara produktif. Untuk itu pemerintah juga siap memberikan insentif bagi pemenang USO, diantaranya adalah pemberian ijin bagi pemenang USO untuk dapat menggunakan Wimax di area-area terpencil. Program USO jangka pendek ini bertujuan bagi terwujudnya desa berdering pada tahun 2009 yang mencakup 38.471 desa di seluruh Indonesia. Sedangkan untuk program jangka menengah adalah terwujudnya desa berbasis internet (desa pintar) pada tahun 2015 dengan mengimplementasikan pelayanan akses informasi di seluruh kecamatan. Untuk program jangka panjang, diharapkan terwujudnya masyarakat informasi (information society) pada tahun 2025 melalui penyelenggaraan pemusatan pelatihan, pemanfaatan akses informasi, penyelenggaraan TV broadcast (aggregated broadcast) berbasis kebutuhan masyarakat dan pelayanan informasi lainnya. Sebagai informasi, table 1 menggambarkan data tahun dan kegiatan berdasarkan periodisasi sesuai tahapan program USO. Yang dimaksud dengan periode fisik adalah pembangunan infrastruktur layanan telekomunikasi dan informatika perdesaan dengan tidak memperhitungkan sebagai periode layanan. Ini berbeda dengan periode layanan yang berupa penyediaan/ pengoperasian jasa akses telekomunikasi dan informatika perdesaan setelah dilakukann uji fungsi terhadap kesiapan infrastruktur layanan.
Adapun skema untuk implementasi program USO adalah :
a. Dana USO berasal dari 0.75% pendapatan kotor operator telekomunikasi di Indonesia.
b. Berbasis dukungan pembiayaan terendah (the least cost subsidy) atas kontrak layanan (service-based contract).
c. Asset menjadi milik/dikelola oleh operator.
d. Menggunakan teknologi netral
e. Penyediaan untuk 5 tahun (multi years).
f. Pengoperasian dan pemeliharaan merupakan bagian integral dari kontrak.
g. Resiko pengelolaan pada operator.
Data tentang jumlah desa yang akan mendapat program USO untuk pengadaan telepon perdesaan akan berkurang dari 38 ribu desa menjadi 31 ribu desa. Hal ini disebabkan karena sudah beberapa desa yang dibangun akses oleh operator telekomunikasi. Pemerintah melalui Balai Telekomunikasi Informasi Pedesaan (BTIP) yang menentukan pemenang tender berharap pembangunan bisa segera dilaksanakan mengingat telah banyak kehilangan waktu akibat masalah hukum sebelumnya. Dalam tender pengadaan perangkat telepon melalui program USO ini, yang diuntungkan ialah masyarakat pedesaan sendiri. Apabila perangkat sudah terinstal, masyarakat sebagai pengguna akan dapat merasakan manfaatnya. Terkait dengan kontribusi USO pada tahun 2009, melalui Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 2009 tentang Jenis dan Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang diberlakukan Depkominfo mengalami perubahan dari semula 0,75% menjadi 1,25% terhitung berdasarkan pendapatan kotor penyelenggaraan telekomunikasi.
Percepatan pelaksanaan program USO diharapkan agar masyarakat perdesaan segera dapat menikmati fasilitas layanan telekomunikasi sehingga diperlukan mobilitas dan sumber daya yang sangat besar. Karena Depkominfo tidak ingin mempertaruhkan kepentingan masyarakat, maka yang berhak ikut tender hanya perusahaan jaringan telekomunikasi yang sudah berpengalaman. Pengubahan persyaratan tender USO lainnya yaitu teknologi telekomunikasi digunakan nantinya tidak berbasis "circuit switch" tetapi menggunakan teknologi telekomunikasi terkini (NGN/Next Generation Network) yang memungkinkan tidak hanya untuk percakapan telepon (voice) tetapi juga untuk akses internet. Pemerintah juga mengubah 11 paket pengerjaan untuk 11 Blok WPUT (Wilayah Pelayanan Universal Telekomunikasi) pada tender USO sebelumnya menjadi tujuh paket pekerjaan untuk 11 blok WPUT. Pemerintah juga membatasi perusahaan yang ikut tender mempunyai kepemilikan saham asing diluar portofolio dibatasi kurang atau sama dengan 49 persen.
Gambar 3. Pembagian Blok WPUT
Implementasi USO di Indonesia
Setelah melalui proses tender yang panjang mulai tahun 2007 akhirnya ditetapkan 2 pemenang Tender untuk penyelenggara USO program Desa Berdering dengan pembagian sebagai berikut :
Untuk program Desa Berdering, PT Telkomsel sebagai pemenang paket 1,2,3,6 dan 7 telah berhasilkan menyelesaikan project ini sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan pemerintah. Sedangkan untuk PT Indonesia Comnet Plus yang akhirnya menjadi pemenang paket 4 dan 5 di tahun 2010 masih sedang dalam pembangunan infrastruktur.
Disamping itu untuk program Desa Pinter melalui siaran pers yang diumumkan Jumat 12 Maret 2010 malam, Kemkominfo Telah memilih empat perusahaan dari enam peserta yang berhak mengajukan sampul di tahap kedua tender yaitu :
1. Telkom terpilih sebagai pelaksana paket pekerjaan 1, 10, dan 11, yang meliputi wilayah Nanggroe Aceh Darussalam, Sumatera Utara, Sulawesi Utara, Gorontalo, Sulawesi Tengah, Sulawesi Barat, Sulawesi Selatan, dan Sulawesi Tenggara.
2. Sementara Aplikanusa Lintas Arta, mendapatkan paket pekerjaan 7,8, dan 9, meliputi daerah Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Maluku, Maluku Utara, Irian Jaya Barat, serta Papua.
3. Adapun Jastrindo Dinamika, memenangkan tender kemitraan untuk paket pekerjaan 2,3, dan 6 meliputi wilayah Sumatera Barat, Jambi, Bengkulu, Riau, Sumatera Selatan, Lampung, Bangka Belitung, Kepulauan Riau, dan Jawa Timur.
4. Sarana Insan Muda Selaras, memenangkan tender untuk paket pekerjaan Jawa Barat, Banten, Jawa Tengah, dan Daerah Istimewa Yogyakarta.
Para pemenang tender tersebut harus menyelesaikan program tersebut dalam waktu enam bulan setelah penandatangan kontrak kecuali untuk paket 9 yang mempunyai tingkat kesulitan geografis yang tinggi. Sehingga diharapkan paling lambat 6 November 2010 semua paket tersebut telah diselesaikan dan didapat digunakan oleh masyarakan pedesaan untuk mengakses internet.
Dengan selesainya program Desa Berdering dan Desa Pinter diharapkan akan dapat meningkatkan pengetahuan, taraf hidup masyarakat pedesaan dan akan mempemudah pemerintah untuk mengimplementasikan e-governmet sampai ke pedesaan. Siswa-siswa didesa pedalaman diharapkan tidak akan terlalu jauh lagi mempunyai perbedaan pengetahuan dengan teman-teman mereka di kota yang memiliki akses informasi yang lebih luas. Disamping aparat pemerintahan di desa pun akan bisa mengakses dan berbagi berbagai macam informasi dengan pemeritah di kabupaten, propinsi ataupun pusat.
Written By Madces from some resources