by Mark Goulston at HBR.org
Forget the empty platitudes; your star employee is not a "godsend." They are a person deserving of your not infrequent acknowledgment and worthy of appreciation and respect. When was the last time you thanked them — really thanked them?
In my line of work, I frequently communicate with CEOs and their executive assistants, and nowhere is the need for gratitude more clear.
After one CEO's assistant had been particularly helpful, I replied to her email with a grateful, "I hope your company and your boss know and let you know how valuable and special you are."
She emailed back, "You don't know how much your email meant to me." It made me wonder — when was the last time her boss had thanked her?
This happens frequently. For instance, a few years ago, I was trying to get in touch with one of the world's most well-known CEOs about an article. His assistant had done a great and friendly job of gatekeeping. So when I wrote to her boss, I included this: "When I get to be rich, I'm going to hire someone like your assistant — to protect me from people like me. She was helpful, friendly, feisty vs. boring and yet guarded access to you like a loyal pit bull. If she doesn't know how valuable she is to you, you are making a big managerial mistake and YOU should know better."
A week later I called his assistant, and said, "I don't know if you remember me, but I'm just following up on a letter and article I sent to your boss to see if he received it."
His assistant replied warmly, "Of course I remember you Dr. Mark. About your letter and article. I sent him the article, but not your cover letter."
I thought, "Uh, oh! I messed up." Haltingly, I asked why.
She responded with the delight of someone who had just served an ace in a tennis match: "I didn't send it to him, I read it to him over the phone."
Needless to say, that assistant and I have remained friends ever since.
Yes, CEOs are under pressure from all sides and executives have all sorts of people pushing and pulling at them. But too often, they begin to view and treat their teams, and especially their assistants, as appliances. And a good assistant knows that the last thing their boss wants to hear from them is a personal complaint about anything. Those assistants are often paid well, and most of their bosses — especially the executives to which numbers, results, ROI and money means everything — believe that great payment and benefits should be enough.
What these executives fail to realize is that many of those assistants are sacrificing their personal lives, intimate relationships, even their children (because the executive is often their biggest child).
There will always be people who think that money and benefits and even just having a job should be thanks enough. There are also those that think they do a great job without anyone having to thank them. But study after study has shown that no one is immune from the motivating effects of acknowledgement and thanks. In fact, research by Adam Grant and Francesca Gino has shown that saying thank you not only results in reciprocal generosity — where the thanked person is more likely to help the thanker — but stimulates prosocial behavior in general. In other words, saying "thanks" increases the likelihood your employee will not only help you, but help someone else.
Here's a case in point: at one national law firm, the Los Angeles office instilled the routine of Partners earnestly and specifically saying, "Thank you," to staff and associates and even each other. Everyone in the firm began to work longer hours for less money — and burnout all but disappeared.
Whether it's your executive assistant, the workhorse on your team, or — they exist! — a boss who always goes the extra mile for you, the hardest working people in your life almost certainly don't hear "thank you" enough. Or when they do, it's a too-brief "Tks!" via email.
So take action now. Give that person what I call a Power Thank You. This has three parts:
Thank them for something they specifically did that was above the call of duty. For instance, "Joe, thanks for working over that three-day weekend to make our presentation deck perfect. Because of it, we won the client."
Acknowledge to them the effort (or personal sacrifice) that they made in doing the above. "I realize how important your family is to you, and that working on this cost you the time you'd planned to spend with your daughters. And yet you did it without griping or complaining. Your dedication motivated everyone else on the team to make the presentation excellent."
Tell them what it personally meant to you. "You know that, rightly or wrongly, we are very much judged on our results and you were largely responsible for helping me achieve one that will cause my next performance review to be 'over the moon,' just like yours is going to be. You're the best!"
If the person you're thanking looks shocked or even a little misty-eyed, don't be surprised. It just means that your gratitude has been a tad overdue.
Sunday, March 3, 2013
Apakah motivasi outsourcing ?
Ada tiga faktor utama yang menjadi
motivasi untuk melakukan outsourcing
yaitu cost, strategy dan politics. Dari dua kategori pertama
tersebut diatas, umumnya yang menjadi
pendorong untuk perusahaan privat. Sedangkan faktor politik sering menjadi
pendorong outsourcing untuk
organisasi publik (Kremic et al, 2006).
Cost-Driven
Outsourcing
Outsourcing untuk alasan biaya dapat terjadi ketika biaya dari pemasok cukup
rendah bahkan sudah ditambahkan dengan biaya overhead, keuntungan, dan biaya transaksi pemasok namun tetap dapat
memberikan service dengan harga yang
lebih rendah. Satu hal yang menjadi pertanyaan bagaimana suatu perusahaan dapat
melakukan penghematan untuk menutupi biaya overhead
dan tetap mendapatkan keuntungan dibanding perusahaan lain yang telah mempunyai
fungsi tersebut. Spesialisasi dan economies
of scale adalah mekanisme untuk mencapai level efisiensi tersebut.
Keinginan untuk mengamankan indirect costs mungkin menjadi pendorong
dari outsourcing. Perusahaan yang
memiliki jumlah karyawan yang lebih kecil akan membutuhkan infrastruktur dan
peralatan pendukung yang lebih sedikit pula yang akan membuat perusahaan
menjadi lebih gesit dan efisien. Beberapa perusahaan melakukan outsourcing untuk mendapatkan kontrol
biaya yang lebih baik sementara yang lainnya mencoba memindahkan fixed cost menjadi variable cost.
Strategy-Driven
Outsourcing
Akhir-akhir ini penggerak utama untuk outsourcing tampaknya sudah mulai
bergeser dari biaya ke isu strategis seperti core competency, fleksibilitas, realibilitas dan meningkatkan
kualitas. Mungkin alasan strategis yang paling sering digunakan untuk melakukan
outsourcing adalah untuk membuat
organisasi untuk lebih fokus pada core
competency. Karena dengan persaingan yang ketat, organisasi dipaksa untuk
mengarahkan sumber daya yang terbatas untuk tetap mempertahankan competitive advantage.
Fleksibilitas dan realibilitas tampaknya
menjadi pendorong penting bukan hanya dari perspektif skala produksi tetapi
juga dari jenis produk atau jasa yang dihasilkan. Organisasi perlu untuk
bereaksi lebih cepat untuk memenuhi kebutuhan pelanggan dan outsourcing dipandang sebagai solusi
untuk mencapai hal tersebut. Outsourcing
juga dapat dianggap sebagai cara untuk mengurangi risiko organisasi dengan
berbagi risiko dengan pemasok.
Meningkatnya persaingan dan keinginan
pelanggan mengakibatkan perusahaan harus selalu meningkatkan kualitas barang
atau jasa yang dihasilkan. Outsourcing
memungkinkan perusahaan untuk mengakses keahlian yang tidak tersedia di
internal perusahaan sehingga bisa menyediakan sumber daya atau kemampuan yang
saling melengkapi yang menghasilkan keuntungan sinergis ketika dikombinasikan
dengan kemampuan internal untuk menghasilkan produk yang lebih berkualitas.
Politically-Driven
Outsourcing
Ada beberapa alasan mengapa organisasi
publik mempunyai berperilaku berbeda dari sebuah perusahaan swasta terutama
dalam melakukan outsourcing.
Organisasi publik tidak mempunyai tujuan untuk mengejar keuntungan namun untuk
memastikan kesejahteraan dan kenyamanan masyarakat. Namun faktor yang mungkin
menyebabkan perusahaan publik melakukan outsourcing
karena adanya kepentingan dari penguasa untuk dipilih lagi oleh masyarakat,
membangun opini yang baik dari masyarakat ataupun karena adanya kepentingan
untuk mendapatkan keuntungan pribadi dari kegiatan tersebut.
Apakah yang menjadi dasar teori outsourcing ?
Beberapa
dasar teori yang menjadi dasar strategi outsourcing
adalah sebagai berikut :
Core
Competency
Prahalad dan Hamel (1990), menyatakan
bahwa core competency adalah
pembelajaran kolektif dalam organisasi, terutama bagaimana mengkoordinasikan
beragam keahlian produksi dan mengintegrasikan dengan berbagai macam teknologi.
Organisasi harus mengidentifikasi potensi dan core competency mereka supaya berhasil memanfaatkan sumber daya
tersebut. Organisasi harus mengindentifikasi hal yang menjadi skill produksi
dan teknologi yang unik dibandingkan dengan kompetitor dan tidak mudah ditiru
(Smith, 2008).
Resource
Based View
Resource-Based
View (RBV) menekankan kemampuan internal organisasi
dalam merumuskan strategi untuk mencapai keunggulan kompetitif yang
berkelanjutan di pasar dan industri (Collis & Montgomery, 2011). RBV
memiliki dasar gagasan bahwa perusahaan mungkin memiliki keterbatasan sumber
daya dan kemampuan, dan itu adalah fungsi dari strategi perusahaan untuk
menilai bagian mana dari perusahaan yang harus dikembangkan secara internal dan
bagian mana yang dapat diperoleh secara eksternal (Grant, 1991).
Transaction
Cost Theory
Transaction
cost theory dikembangkan untuk membantu analisa perbandingan biaya dari
perencanaan, penggunaan dan monitoring
penyelesaian pekerjaan dari beberapa alternatif tata kelola yang bisa digunakan
(Aubert & Weber, 2001). Biaya transaksi mengacu pada semua biaya baik
internal dan eksternal yang berhubungan dengan produksi barang dan jasa melalui
pasar bukan hanya dari memproduksi sendiri oleh perusahaan. Biaya transaksi
termasuk biaya monitoring, biaya
evaluasi, pencarian dan informasi, tawar-menawar, keputusan, kontrol, dan biaya
pengelolaan. Keputusan untuk melakukan outsourcing
tidak boleh diambil apabila biaya pengelolaan melebihi nilai manfaat yang
didapatkan (Henisz & Williamson, 1999).
Apakah Outsourcing ?
Pada tingkat
yang paling umum, outsourcing dapat
didefinisikan sebagai seperangkat keputusan "make or buy" yang diambil oleh perusahaan untuk mendapatkan
pasokan produk atau jasa yang dibutuhkan oleh organisasi untuk menjalankan
bisnisnya (Harrigan, 1985). Outsourcing
terdiri dari dua kata 'Out' dan 'Sourcing'. Oleh karena itu, untuk
menentukan apakah melakukan outsourcing
maka pertama-tama kita harus jelas tentang arti 'Sourcing'. Sourcing
mengacu pada tindakan mentransfer pekerjaan, tanggung jawab dan hak mengambil
keputusan kepada pihak lain. Sebagai manajer, kita selalu mendelegasikan
sebagai sumber pekerjaan untuk karyawan kita. Mengapa kita melakukan outsourcing? Karena kita harus
memberikan pekerjaan keluar karena ada orang lain yang bisa melakukannya dengan
lebih murah, lebih cepat, lebih baik dan kita juga memiliki hal lain yang lebih
penting untuk dilakukan yang lebih membutuhkan resources (Power et.al,
2006).
Sedangkan menurut Heizer dan Render (2011) bahwa outsourcing adalah memperoleh jasa atau produk dari pihak ketiga yang biasanya adalah bagian dari organisasi. Linder (2004) juga menyatakan hal yang sama bahwa outsourcing menu adalah membeli layanan yang sedang berlangsung dari perusahaan luar yang sebenarnya perusahaan sediakan saat ini, ataupun biasanya sebagian besar organisasi menyediakan layanan itu untuk diri mereka sendiri.
Menurut McIvor (2005), outsourcing melibatkan sumber perolehan barang dan jasa yang sebelumnya diproduksi secara internal di dalam organisasi ke pemasok eksternal. Istilah outsourcing dapat mencakup berbagai bidang, termasuk outsourcing manufaktur serta jasa. Istilah outsourcing ini paling sering digunakan dalam hubungannya dengan switching pasokan kegiatan produk atau jasa kepada pemasok eksternal. Outsourcing dapat melibatkan transfer fungsi seluruh bisnis untuk pemasok. Atau, outsourcing dapat menyebabkan pengalihan beberapa kegiatan terkait dengan fungsi tertentu sementara ada pula yang tetap dipertahankan oleh perusahaan. Outsourcing adalah bukan hanya langkah maju finansial ataupun keputusan purchasing. Dalam banyak kasus, outsourcing adalah keputusan strategis perusahaan yang memiliki implikasi bagi seluruh organisasi.
Perkembangan information and communicatio technology (ICT) memungkinkan perusahaan untuk melakukan tranfer tanggung jawab ke penyedia jasa outsourcing baik secara lokal maupun luar negeri atau offshoring (Mclvor et.al, 2009)
Dari beberapa definisi outsourcing diatas, penulis dapat mengambil kesimpulan bahwa outsourcing adalah memperoleh barang atau jasa dari pemasok eksternal yang seharusnya fungsi tersebut biasanya dilakukan di internal perusahaan karena memberikan benefit yang lebih baik yang bisa berupa keuntungan biaya, kualitas lebih baik, produksi lebih cepat ataupun bisa lebih fokus ke core business.
Subscribe to:
Posts (Atom)