Pada
saat krisis ekonomi 1997, Indonesia mengalami pertumbuhan ekonomi sampai dengan
-13% yang megakibatkan pendapatan turun, banyak perusahaan bangkrut,
pengangguran mencapai 20%, utang meningkat dan kemisikinan mencapai 25%. Pada
kondisi krisis tersebut, para pengusaha pasti akan melakukan effisiensi dan
kebanyakan wait and see melihat perkembangan ekonomi. Apabila kita bandingkan
dengan krisis Amerika tahun 2007-2008 dengan kondisi yang hamper sama, Amerika
hanya mengalamii pertumbuhan ekonomi -3%, PHK 9%, kemisikinan 15%.
Dari
sini muncul pertanyaan, apakah yang membuat Indonesia sangat terpuruk disaat
krisis pada tahun 1997 dan kenapa Amarika bisa lebih baik. Setelah dianalisa
lebih dalam salah satu penyebabnya adalah karena ekonomi Amerika terdiri dari daerah-daerah yang tidak semuanya terpuruk. Masih ada
daerah-daerah di Amerika yang tumbuh baik.
Sedangkan apabila dibandingkan dengan Indonesia tahun 2007 ternyata
ekonomi Indonesia sebagai besar tergantung dengan Jakarta. Yang mana akibat
krisis saat itu mengakibatkan Jakarta mengalami masalah keamanan dan banyaknya
perusahaan yang gulung tikar. Padahal kalau kita lihat lagi tidak semua daerah di
Indonesia saat itu tumbuh negatif contoh Sulawesi masih tumbuh dengan export
udang keluar negeri, Kalimantan yang memiliki tambang malahan tumbuh bagus
karena kenaikan nilai dolar yang sangat berpengaruh ke nilai ekspor. Begitu
juga daerah Yogya dan Jawa sekitarnya tidak terlalu terpengaruh krisis. Dari
sini dapat kita lihat bahwa ekonomi Indonesia tidak homogen disemua daerah sehingga
apabila pengusaha mengerti hal tersebut, mereka bisa melihat peluang bisnis
didaerah lainnya yang masih tumbuh.
Hal
ini yang menyebabkan ekonomi Indonesia sangat terpuruk ketika krisis karena
pengusaha dan pemerintah menganggap bahwa ekonomi Indonesia itu homogeneus
padahal sebenarnya tidak. Ekonomi Indonesia sudah menjadi hetereneus sehingga
para ahli ekonomi perlu melihat Indonesia secara lengkap dari sisi tata ruang. Sehingga
Regional economics perlu menjadi perhatian untuk menganalisa ekonomi Indonesia
secara komprehensif yang membagi ekonomi berdasarkan daerah misal Indonesia
dibagi menjadi bagian barat, bagian tengah dan bagian timur.
Apabila
kita lihat kebelakang, hampir semua kota besar di Indonesia ataupun di dunia
pada awalnya berada ditepi laut atau pinggir sungai besar. Hal ini disebabkan
karena adanya aktivitas ekonomi didaerah tersebut sehingga mengakibatkan banyak
orang yang datang dan ekonomi menjadi berkembang didaerah tersebut. Namun
disamping itu ada daerah yang tumbuh karena adanya mimpi dari penemu ataupun
penguasa daerah tersebut, kita ambil contoh Texas yang bisa maju menjadi kota
Judi dan wisata karena mimpi seorang mafia untuk memajukan kota tersebut.
Contoh lainnya adalah kota Dubai berkembang pesat karena mimpi dari Sheikh
Mohammed, penguasa UEA yang ingin menjadikan Dubai sebagai kota pariwisata
sehingga ketika Minyak sudah habis maka akan pendapatan dari bisnis lainnya.
Tidak
semua Negara terlalu mempunyai regional ekonomi hetereneous seperti Singapura,
Hongkong dan Taiwan karena daerahnya yang tidak terlalu luas. Sedangkan
Indonesia pada awalnya sebelum Belanda menjajah indonesia hampir semua daerah memiliki
kondisi ekonomi yang sama yaitu miskin. Kemudian setelah Belanda masuk, yang
berkembang luarbiasa adalah Jawa karena masyarakat jawa lebih mudah diatur dan
telaten yang mana ini ditandai dengan pembangunan jalan dari Anyer sampai Panarukan
untuk mempermudah transportasi di Jawa.
Setelah
merdeka pun, pemerintah tetap melakukan sentralisasi sehingga yang berkembang
hanya daerah yang dekat dengan pemerintahan yaitu daerah Jawa. Menjelang akhir
orde baru pemerintah baru mulai menyadari bahwa terjadi kesenjangan dengan daerah
lain sehingga perlu pemerataan diluar Jawa namun hal tersebut sudah terlambat
dengan adanya reformasi. Kemudian setelah era orde baru muncullah otonomi
daerah untuk meningkat pembangunan di daerah dan adanya pembagian tanggung
jawab dan kewenangan ke daerah. Ini ditandai dengan keluarnya Undang-undang
Nomor 22 Tahun 1999 tentang otonomi daerah yang isinya adalah otonomi yang
luas, nyata dan bertanggung jawab, dimana semua kewenangan pemerintah, kecuali
bidang politik luar negeri, hankam, peradilan, moneter dan fiskal serta agama
dan bidang- bidang tertentu diserahkan kepada daerah secara utuh, bulat dan
menyeluruh, yang ditetapkan dengan peraturan pemerintah. Hal ini mengakibatkan
mulai meningkatkan alokasi dana untuk pembangunan terutama daerah yang kaya
seperti Aceh, Riau, Kalimantan Timur, Papua.
Pertumbuhan
penduduk rata-rata nasional di atas 10 tahun (1990-2000) sebesar 1,4%, namun
dalam 10 tahun mendatang (2000-2010) kembali meningkat 1,49% terutama karena
kontribusi pertumbuhan penduduk yang tinggi di wilayah Maluku dan Papua. Bahkan
dalam jangka waktu 5 tahun (2005-2010) di wilayah Jawa, Bali dan Nusa Tenggara
meningkat kepadatan penduduk lebih dari dua kali lipat. Namun distribusi yang
adil dari populasi menunjukkan perubahan dalam kemajuan lambat, penurunan dalam
distribusi penduduk di Jawa, terutama didukung oleh penurunan distribusi di
Jawa Tengah, Yogyakarta dan Jawa Timur, sementara di Kalimantan, Sumatera,
Maluku, dan Papua menunjukkan peningkatan. Distribusi tidak proporsional
penduduk dan tekanan populasi yang semakin berat menunjukkan bahwa tidak ada
penciptaan yang memadai dari poin acitivity ekonomi baru serta kualitas makin
buruk dari program keluarga berencana. Dilihat dari distribusi jumlah penduduk
di Jawa masih menguasai 60% dari total penduduk Indonesia sehingga rata-rata
perusahaan ketika mendirikan pabrik pasti kebanyakan di jawa. Hal ini sama
dengan dengan Jakarta, yang mana pada dasarnya hampir semua pengusaha lebih
tertarik mendirikan bisnisnya di Jakarta karena besarnya pangsa pasar dan
banyak perusahaan yang akan menjadi market potensial mereka.
Dalam
10 tahun terakhir tidak ada perubahan signifikan dalam distribusi Gross Dometic
Regional Product (GDRP) nasional. Sumatera dan Jawa masih dalam kisaran angka
yang sama dengan kondisi 10 tahun lalu, sedangkan bagian-bagian dari Kalimantan
dan Maluku-Papua bahkan menunjukkan kecenderungan menurun dari kondisi 10 tahun
lalu. Dalam 5 tahun terakhir, Wilayah Indonesia Barat masih terus mendominasi
perekonomian nasional dalam kisaran 82%.
Otonomi
daerah pun yang telah berjalan selama 10 tahun terbukti gagal pada kesetaraan
menjaga perekonomian nasional dan belum mampu melindungi stabilitas ekonomi
provinsi lain diluar Jawa dan Sumatera.
Perbandingan
antara luas daerah dengan GDRP terhadap perekonomian nasional menunjukkan bahwa
Wilayah Indonesia Barat lagi-lagi mendominasi dengan luas hanya 31,93% dari
wilayah nasional total tetapi mampu menguasai pangsa 82% dari perekonomian
nasional, berbeda dengan wilayah timur yang meliputi wilayah darat 68,08%
tetapi hanya mendapatkan porsi ekonomi sebesar 17%. Dominasi Wilayah Barat sangat
mencolok karena kontribusi ekonomi Provinsi Jawa yang meliputi sekitar 6,77%
luas tetapi mengontrol 57,80% dari perekonomian nasional. Buruknya dan ketimpangan
infrastruktur antar daerah menghambat pemerataan pembangunan ekonomi dan
pemberdayaan ekonomi daerah yang terbelakang.
Tingkat
kemiskinan baik secara nasional dan provinsi menunjukkan penurunan konsisten.
Tapi beberapa daerah masih menunjukkan angka kemiskinan fluktuatif dan belum stabil,
seperti: Papua, Papua Barat dan Gorontalo. Selama 7 tahun terakhir, tingkat
pengangguran telah mencapai angka tertinggi setelah 11,24% pada tahun 2005,
terus menunjukkan penurunan. Namun, konsentrasi pengangguran secara konsisten
terjadi di wilayah: DKI Jakarta, Banten dan Maluku. Konsentrasi kegiatan
ekonomi masih dikuasai Indonesia Wilayah Barat 81,53% dan penyediaan lapangan
kerja hingga 82,22%. Kebanyakan investasi untuk membangun kegiatan ekonomi
masih terkonsentrasi di Jawa dan Sumatera menunjukkan dengan realisasi
investasi domestik utama, bahkan realisasi investasi asing hanya di Jawa
(83,45%).
Menghadapi
kenyataan bahwa Indonesia Timur adalah wilayah yang tidak memiliki banyak
kesempatan untuk mendapatkan bagian dari perekonomian nasional, tapi hal ini
juga berpengaruh pada HDI indeks sosial (Indeks Pembangunan Manusia) dampak
dari akses terbatas pada perekonomian nasional juga mempengaruhi rendahnya
kualitas manusia, seperti yang ditunjukkan secara konsisten oleh wilayah: Irian
Jaya Barat, Papua, Kalimantan Barat, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara
Timur sebagai wilayah yang memiliki skor IPM dari lima terendah selama lebih
dari 12 tahun.
Dari
sini dapat diambil beberapa kesimpulan, yaitu :
1.
Kesenjangan antar daerah di Indonesia telah
terjadi sejak dulu.
2. Kesenjangan ini tercermin baik pada aspek sosial
(seperti populasi) dan bidang ekonomi (pendapatan daerah, pengangguran, dan
juga investasi).
3. Tingkat kemiskinan yang tinggi telah muncul di
wilayah dengan sumber daya alam yang melimpah dan GDRP yang lebih tinggi. Hal ini
mencerminkan distribusi pendapatan tidak merata dan menjadi masalah di dalam
provinsi tersebut.
4. Ini telah melihat fakta umum bahwa bagian barat
Indonesia jauh lebih makmur daripada bagian timur. Sumatera, Jawa, dan
Kalimantan diyakini telah menerima bagian yang lebih menguntungkan dari pembangunan
nasional.
5.
Otonomi daerah tampaknya belum bisa mengatasi
kesenjangan antardaerah.
Catatan Kuliah Ibu Sri Adiningsih Ph.D
No comments:
Post a Comment